Search

Ketika Ikhwan Memilih Pendamping Hidupnya

Posted by Zam on Monday, April 1, 2013


“Ruh-ruh itu ibarat prajurit-prajurit yang dibaris-bariskan. Yang saling mengenal di antara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal di antara mereka pasti akan saling berbeda dan berpisah.”

(HR Bukhari secara mu’allaq dari ‘Aisyah, dan Muslim dari Abu Hurairah)

“Ikhwan zaman sekarang itu pemilih dhek“ Ucapan itu meluncur begitu saja dari lisan murabbiyah pertamaku ketika kami duduk bersama di satu walimah. Aku hanya tersenyum simpul sambil menganggukkan kepala.
“Wajar mbak... mihwarnya sudah beda... dulu dan sekarang,” Demikian jawabku dengan entengnya. Sebuah jawaban “cerdas” yang sering kami, generasi terkini dakwah, pakai pula sebagai alasan ketika kami “kepepet” dengan komitmen dan tuntutan tertentu dalam dakwah.

Kemudian beliau mulai berkisah tentang fenomena seperti ini yang beliau alami beberapa hari sebelum kami bertemu. Ada seorang ikhwan “generasi terkini” yang minta bantu untuk diproseskan. Si perantara sudah mengiyakan untuk membantu. Tak lama data pun diberikan pada si ikhwan. Data istimewa. Yang menurut si perantara profil akhwat yang diberikan tersebut layak disebut qualified, sebab si akhwat cukup berkibar kiprahnya dalam dakwah. Akhwat pintar, demikian puji beliau. Alih-alih bisa berlanjut ke proses selanjutnya, malah kalimat menggemaskan yang beliau dapat, “Waah... kira-kira ada yang lebih sedap dipandang lagi ndak ya?”. Gubraaaaak!!!!

Tidak sepenuhnya salah ketika seorang laki-laki memilih wanita yang cantik parasnya. Dan Islam pun memperbolehkan itu.Bahkan Rasulullahpun menganjurkan untuk nadhor, melihat lebih dahulu calon pasangan sebelum seorang sahabat beliau memutuskan meminang dan menikahi seorang perempuan kala itu. Sebab Islam menghargai sisi–sisi manusiawi yang memang lumrah dalam diri lelaki. Dan Rasulullah pernah memberi bingkai yang jelas mengenai ini dalam sabdanya.

“Seorang wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang mempunyai agama, niscaya kamu beruntung” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagi saya pribadi, adalah sebuah kebebasan bagi semua laki-laki untuk memilih, berdasarkan alasan yang mana dia menikahi seorang wanita. Sebab harta. Sebab nasab baik yang terjaga. Sebab indahnya raga. Ataukah sebab keindahan akhlaq dan agamanya. Dan yang terakhir itulah alasan yang teragung dan pasti beruntung. Demikian janji rasul-Nya, terserah mau memilih yang mana. Dan dari sanalah gambar diri seorang lelaki terpantul. Apakah ia lelaki lumrah sebagaimana biasa atau justru ia lelaki luar biasa.

Dan lelaki berikut ini adalah sedikit contoh nyata. Mereka memilih menjadi lelaki luar biasa.

Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram. Kisahnya cukup banyak dikenal. Suatu ketika ia bertemu dengan Rasulullah, beliau bertanya “Wahai Jabir, apakah benar engkau telah menikah?”. Jabir menjawab “Betul, wahai Rasulullah”. Beliau bertanya, "Dengan perawan ataukah dengan janda?" Jabir menjawab, “Dengan janda.” Beliau bertanya, “Mengapa kamu tidak menikah dengan seorang perawan, sehingga kamu bisa bercanda dengannya?” Jabir menjawab, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai beberapa orang saudara perempuan, dan aku khawatir jika istriku menjadi penghalang hubunganku dengan mereka.” Beliau bersabda, “Sudah benar jika memang demikian. Sesungguhnya, seorang perempuan itu dinikahi karena agamanya, hartanya, dan kecantikannya. Hendaklah kamu mengutamakan perempuan yang memiliki agama, niscaya kamu tidak akan merugi.”. Dan sekarang kita tahu, ternyata kisah Jabir bin Abdillah yang melatar belakangi hadist Nabi yang saya kutip di atas.

Lelaki kedua, Usamah bin Zaid bertemu dengan wanita luar biasa, Fatimah binti Qais. Dikisahkan Fatimah binti Qais telah ditalak sebanyak tiga kali oleh suaminya. Kemudian beliau mendatangi Rasulullah. Rasululllah kemudian memerintahkan “Tungggulah masa iddah mu dan jika telah selesai kabarkan padaku.” Saat masa iddahnya selesai, Rasulullahpun beliau kabari. Kemudian datanglah Mu’awiyah maju melamarnya, juga Abu Jahm, dan Usamah bin Zaid. Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun Mu’awiyah, ia seorang fakir yang gemar memukul wanita. (Menikahlah) dengan Usamah bin Zaid.” Fathimah berkata dengan tangannya yang bergerak-gerak demikian (mungkin sebab tak setuju), Namun Rasulullah berkata, “Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya adalah lebih baik bagimu.” Pada akhirnya Fathimah berkata, “Maka aku pun menikah dengannya dan aku menjadi gembira.”

Yang ketiga ini mungkin bukan sahabat yang hidup pada zaman Nabi. Lelaki ini hidup di zaman ini. Saya mengenal beliau dan istrinya sejak keduanya belum menikah. Bersama salah seorang akhwat yang lain, mereka bertiga bekerja sama merintis sebuah usaha bersama. Sebuah toko buku dan majalah, Jendela Ummi namanya. Dan saya salah seorang pegawainya kala itu. Di mata saya keduanya orang yang baik, sholih dan sholihah. Apalagi setelah lebih dalam mengenal beliau berdua saat berkecimpung aktif di harakah dakwah..

Yang muslimah seorang wanita cerdas lulusan universitas kedokteran terkenal di Jawa Timur. Beliau seorang akhwat paling lembut, sabar dan telaten yang pernah saya kenal. Terus terang, hingga sekarang belum pernah saya melihat guratan marah di wajahnya. Sejak saya hanya menjadi pegawainya sampai menjadi ustadzah pengajar untuk kedua anaknya di sekolah. Dan akhwat-akhwat lain yang saya temui pun, berkata yang serupa. Beliau orang baik. Begitupun lelaki ini atau ikhwan lebih tepat saya menyebutnya, tak kalah sabar, lembut tapi lugas jika berkata-kata. Begitu amanah mengemban tugas-tugas dakwahnya.

Pernah terlintas di pikiran saya ketika itu, pasti akan “klop” jika keduanya bersatu. Sudah saling kompak saat menjalankan usaha yang dirintis bersama. Sebuah pikiran kekanak-kanakan saat saya masih muda dulu. Ah tak mungkin… jurang usia mereka terlampau jauh. Yang muslimah cukup matang untuk seorang lelaki muda. Tak hanya itu, strata pendidikan mereka juga tak serupa. Dokter yang hampir lulus S2 disandingkan dengan lulusan Diploma. Terlebih, keluarga apa mungkin merestui dengan latar belakang yang begitu.

Tapi hari itu saya begitu terkejut dan hanya bisa berucap Subhanallah… Maha Suci Allah.tanpa disangka-sangka kartu undangan pernikahan mereka tiba. Dan saat menghadiri walimah keduanya terselip do’a terindah. Semoga pernikahan mereka Sakinah, Mawadddah,wa Rahmah. Semoga pernikahan suci mereka abadi hingga Jannah.

Dan saya percaya, sosok lelaki luar biasa tidak hanya mereka. Masih banyak lagi yang ada di luar sana. Bagi wanita, muslimah, akhwat baik yang mungkin tak cantik di pandangan dunia. Teruslah mempercantik diri di hadapanNya. Sebab Rasulullah sedikit memberi kabar gembira.

“Ruh-ruh itu ibarat prajurit-prajurit yang dibaris-bariskan. Yang saling mengenal di antara mereka pasti akan saling melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal di antara mereka pasti akan saling berbeda dan berpisah.” (HR Bukhari secara mu’allaq dari ‘Aishah, dan Muslim dari Abu Hurairah)

Salim A. Fillah mengurai hadits di atas dengan jelas. Ruh itu seperti tentara. Ada sandi di antara mereka. Imanlah yang menjadi sandinya. Yang jika kadar iman serupa. Cukup itu saja. Keduanya akan sepakat, bergerak apa satu tujuan yang diyakini. Cinta Ilahi. Jika sebaliknya, maka keduanya akan berbeda. Dan sejak awal tak hendak menyatu. Wallahu a’alam bish shawab. [Kembang Pelangi]

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment