Matahari menyemburat dari ufuq barat, sinarnya begitu terang, mengiringi perjalanan kami menuju sebuah desa terpencil di kaki Merapi. Tak seperti biasanya yang berselimut mendung, kali ini ia nampak sumringah dengan senyumnya yang memancarkan sejuta rona keindahan.
Hening. Suara Avanza yang kami tumpangi terdengar nyaring. Namun saya tetap asyik, memandang keluar dari balik kaca mobil. Pepohonon hijau yang menyejukkan mata, rumah-rumah yang terendam pasir lahar dingin dan puing-puing sisa erupsi Merapi satu setangah tahun silam. Semuanya menyiratkan makna dan pesan tesendiri bagi saya.
"Mbak Evi," terdengar suara ustadz, saya palingkan wajah saya ke arah mbak Evi.
"Iya, Ustadz" kata mbak Evi menimpali.
"Sudah berapa banyak hafalannya?" Saya dan mbak Evi saling pandang dan tersenyum mendengar pertanyaan sang ustadz.
"Hehe....(bla...bla.....)" jawab mbak Evi.
"Lho memangnya berapa 'azzamnya untuk menghafal?" Ustadz meneruskan pertanyaannya sambil terus mengemudikan Avanza milik Ikadi ini.
"Baru 25% ustadz"
"Lho ndak boleh gitu. Kalau niat menghafal harus benar-benar 100%"
"Lho memangnya harus 100% ya Tadz?" pertanyaan sok lugu saya meluncur juga.
"Ya iya. Kalau niat atau 'azzamnya sudah 100% apapun halangan dan rintangan tidak akan jadi masalah"
"O…" kata saya waktu itu, seolah paham dengan kata-kata Ustadz.
"Kalau 'azzamnya saja belum 100% gimana mau menghafal? Baru dapat godaan sedikit langsung kalah" kata ustadz dengan nada sedikit ketawa.
"Mulai sekarang 'azzamnya dulu diperbaiki, kemudian latihan baca cepat dulu, sebelum mulai mengahafal"
"Kenapa begitu Ustadz?"tanya saya lagi.
"Agar mudah dalam menghafal dan muroja'ah, karena nanti semakin banyak hafalan maka dituntut untuk banyak-banyak muroja'ah"
"O.." kata saya dan mbak Evi, serempak.
Sedikit catatan perjalanan ini mengingatkan saya akan azzam untuk menghafal Qur'an. Waktu itu di asrama kami sedang ada program untuk menghafal Qur'an selama enam bulan dengan target hafalan 4 juz.
Dua minggu penuh kami mendapat motivasi dari salah seorang ustadz pengasuh asrama dan juga dari ustadz-ustadz pengajar yang sudah hafidz. Bahkan sampai mendatangkan salah seorang ustadz pendiri rumah tahfidz lansia di Jogja.
Namun dari semua motivasi yang kami dapat, ada satu hal yang menjadi pondasi utama dalam menghafal Qur’an, yakni “azzam” yang kuat. Pepatah Arab mengatakan “apabila sudah benar azzamnya maka terbukalah jalan menuju kesana”. Itu artinya ketika ‘azzam kita sudah benar dan kokoh maka akan terbuka jalan menuju kesana. Apapun halangan dan rintangan dalam menghafal yang menghadang kita, kita selalu punya cara untuk mengatasinya. Ia tak akan menjadi penghalang kita untuk terus menghafal Qur'an. Misalnya karena skripsi, kerja, atau karena banyaknya aktivitas yang menyita waktu kita. Justru yang saya rasakan ketika saya meninggalkan untuk muroja’ah (mengulang hafalan) saja dengan alasan skripsi (waktu itu), skripsi saya tidak selesai-selesai, hafalan juga banyak yang hilang. Dan dengan menghafal itulah pikiran jadi lancar sehingga mengerjakan skripsipun lancar pula. Sehingga dulu saya sering mengawali skripsi saya dengan muroja’ah.
Satu cerita yang pernah disampaikan ustadz saya, ada seorang ikhwan yang kuliah di UGM. Ia berazzam sebelum menikah ia harus sudah hafal 30 juz (bukan cuman juz 30 lho… hehe). Tanpa bantuan guru, setiap hari 5 menit sebelum shalat lima waktu tiba ia selalu menyempatkan untuk menghafal. Bahkan rapatpun ia tinggalkan karena melihat jam yang menunjukkan waktu sholat telah dekat. Ia pun akhirnya hafal 28 juz ketika menikah. Dua juz sisanya dia selesaikan bersama sang istri.
Selain azzam di atas, perlu adanya upaya untuk memperbaiki dan memperlancar bacaan. Hal ini untuk menghindari kekeliruan dalam menghafal. Latihan membaca cepat juga sangat diperlukan karena ketika hafalan kita sudah banyak maka tuntutan untuk muroja’ah pun juga semakin banyak. Dalam sebuah nasehat yang disampaikan ustadz, setidaknya kita muroja’ah satu perdua puluh dari hafalan kita. Misalkan hafalan kita 20 lembar maka yang akan kita muroja’ah sekitar 1 lembar. Dan ingat, jangan sampai kita menambah hafalan sebelum muroja’ah hafalan kita.
Tentu masih banyak lagi hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam menghafal Qur’an, yang bisa kita peroleh dengan mudahnya di buku, majalah atau artikel. Namun sekali lagi, dari semua hal itu, yang paling utama dan wajib kita perhatikan adalah “seberapa besar azzam kita untuk menghafal Qur'an? Ini yang harus kita tanyakan pada diri kita setiap hari, bahkan setiap saat. Agar kita senantiasa memperbaruinya tatkala salah niat dan segera memotivasi diri tatkala azzam kita lemah. Sehingga hasrat untuk menjadi “Keluarga Allah” segera terwujud. Aamiin… [Ukhtu Emil]
Hening. Suara Avanza yang kami tumpangi terdengar nyaring. Namun saya tetap asyik, memandang keluar dari balik kaca mobil. Pepohonon hijau yang menyejukkan mata, rumah-rumah yang terendam pasir lahar dingin dan puing-puing sisa erupsi Merapi satu setangah tahun silam. Semuanya menyiratkan makna dan pesan tesendiri bagi saya.
"Mbak Evi," terdengar suara ustadz, saya palingkan wajah saya ke arah mbak Evi.
"Iya, Ustadz" kata mbak Evi menimpali.
"Sudah berapa banyak hafalannya?" Saya dan mbak Evi saling pandang dan tersenyum mendengar pertanyaan sang ustadz.
"Hehe....(bla...bla.....)" jawab mbak Evi.
"Lho memangnya berapa 'azzamnya untuk menghafal?" Ustadz meneruskan pertanyaannya sambil terus mengemudikan Avanza milik Ikadi ini.
"Baru 25% ustadz"
"Lho ndak boleh gitu. Kalau niat menghafal harus benar-benar 100%"
"Lho memangnya harus 100% ya Tadz?" pertanyaan sok lugu saya meluncur juga.
"Ya iya. Kalau niat atau 'azzamnya sudah 100% apapun halangan dan rintangan tidak akan jadi masalah"
"O…" kata saya waktu itu, seolah paham dengan kata-kata Ustadz.
"Kalau 'azzamnya saja belum 100% gimana mau menghafal? Baru dapat godaan sedikit langsung kalah" kata ustadz dengan nada sedikit ketawa.
"Mulai sekarang 'azzamnya dulu diperbaiki, kemudian latihan baca cepat dulu, sebelum mulai mengahafal"
"Kenapa begitu Ustadz?"tanya saya lagi.
"Agar mudah dalam menghafal dan muroja'ah, karena nanti semakin banyak hafalan maka dituntut untuk banyak-banyak muroja'ah"
"O.." kata saya dan mbak Evi, serempak.
Sedikit catatan perjalanan ini mengingatkan saya akan azzam untuk menghafal Qur'an. Waktu itu di asrama kami sedang ada program untuk menghafal Qur'an selama enam bulan dengan target hafalan 4 juz.
Dua minggu penuh kami mendapat motivasi dari salah seorang ustadz pengasuh asrama dan juga dari ustadz-ustadz pengajar yang sudah hafidz. Bahkan sampai mendatangkan salah seorang ustadz pendiri rumah tahfidz lansia di Jogja.
Namun dari semua motivasi yang kami dapat, ada satu hal yang menjadi pondasi utama dalam menghafal Qur’an, yakni “azzam” yang kuat. Pepatah Arab mengatakan “apabila sudah benar azzamnya maka terbukalah jalan menuju kesana”. Itu artinya ketika ‘azzam kita sudah benar dan kokoh maka akan terbuka jalan menuju kesana. Apapun halangan dan rintangan dalam menghafal yang menghadang kita, kita selalu punya cara untuk mengatasinya. Ia tak akan menjadi penghalang kita untuk terus menghafal Qur'an. Misalnya karena skripsi, kerja, atau karena banyaknya aktivitas yang menyita waktu kita. Justru yang saya rasakan ketika saya meninggalkan untuk muroja’ah (mengulang hafalan) saja dengan alasan skripsi (waktu itu), skripsi saya tidak selesai-selesai, hafalan juga banyak yang hilang. Dan dengan menghafal itulah pikiran jadi lancar sehingga mengerjakan skripsipun lancar pula. Sehingga dulu saya sering mengawali skripsi saya dengan muroja’ah.
Satu cerita yang pernah disampaikan ustadz saya, ada seorang ikhwan yang kuliah di UGM. Ia berazzam sebelum menikah ia harus sudah hafal 30 juz (bukan cuman juz 30 lho… hehe). Tanpa bantuan guru, setiap hari 5 menit sebelum shalat lima waktu tiba ia selalu menyempatkan untuk menghafal. Bahkan rapatpun ia tinggalkan karena melihat jam yang menunjukkan waktu sholat telah dekat. Ia pun akhirnya hafal 28 juz ketika menikah. Dua juz sisanya dia selesaikan bersama sang istri.
Selain azzam di atas, perlu adanya upaya untuk memperbaiki dan memperlancar bacaan. Hal ini untuk menghindari kekeliruan dalam menghafal. Latihan membaca cepat juga sangat diperlukan karena ketika hafalan kita sudah banyak maka tuntutan untuk muroja’ah pun juga semakin banyak. Dalam sebuah nasehat yang disampaikan ustadz, setidaknya kita muroja’ah satu perdua puluh dari hafalan kita. Misalkan hafalan kita 20 lembar maka yang akan kita muroja’ah sekitar 1 lembar. Dan ingat, jangan sampai kita menambah hafalan sebelum muroja’ah hafalan kita.
Tentu masih banyak lagi hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam menghafal Qur’an, yang bisa kita peroleh dengan mudahnya di buku, majalah atau artikel. Namun sekali lagi, dari semua hal itu, yang paling utama dan wajib kita perhatikan adalah “seberapa besar azzam kita untuk menghafal Qur'an? Ini yang harus kita tanyakan pada diri kita setiap hari, bahkan setiap saat. Agar kita senantiasa memperbaruinya tatkala salah niat dan segera memotivasi diri tatkala azzam kita lemah. Sehingga hasrat untuk menjadi “Keluarga Allah” segera terwujud. Aamiin… [Ukhtu Emil]
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment