Kondisi Muslim Rohingya semakin memprihatinkan. Relawan Lembaga Kemanusiaan International Action Country Leaving (ACL) Zeba mengungkapkan, masyarakat Rohingya bahkan sampai memasak tikus karena minimnya kebutuhan makanan.
Perempuan Bangladesh yang pernah tinggal di Sithwe Myanmar selama 4 tahun itu menilai bahwa permasalahan konflik Myanmar memang tidak terlepas dari sentimen anti Islam.
"Masyarakat Rohingya memang tidak disukai karena keislamannya, mereka dilarang sholat dan masjid juga dihancurkan," kata Zeba, seperti dilansir hidayatullah.com, Jum’at (8/3).
Pendapat Zeba tersebut dibenarkan oleh relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Andhika P Swasono.
"Saya selama di Myanmar sulit sekali untuk shalat Jum'at karena semua masjid sudah dibakar di Rohingya," tandasnya.
Andhika yang baru saja kembali dari Rohingya itu menjelaskan jumlah drastis penurunan angka masyarakat Rohingya di Myanmar. Yakni dari 7 Juta jiwa, saat ini masyarakat Rohingya di Myanmar tinggal 800 orang saja.
Ia menjelaskan susahnya bantuan kemanusiaan masuk. Bantuan kemanusiaan yang masuk dimonopoli pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar mewajibkan semua bantuan kemanusiaan juga seimbang diberikan ke umat Budha. Padahal menurut Andhika kebutuhan masyarakat Rohingya jauh lebih memprihatinkan.
ACT berjanji akan terus memperjuangkan pembangunan shelter (rumah) bagi pengungsi Rohingya. Baik yang berada di Bangladesh maupun yang masih bertahan di Myanmar. Saat ini ACT sudah membangun 300 shelter dari 1000 shelter yang ditargetkan. [IK/Hdy]
Perempuan Bangladesh yang pernah tinggal di Sithwe Myanmar selama 4 tahun itu menilai bahwa permasalahan konflik Myanmar memang tidak terlepas dari sentimen anti Islam.
"Masyarakat Rohingya memang tidak disukai karena keislamannya, mereka dilarang sholat dan masjid juga dihancurkan," kata Zeba, seperti dilansir hidayatullah.com, Jum’at (8/3).
Pendapat Zeba tersebut dibenarkan oleh relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Andhika P Swasono.
"Saya selama di Myanmar sulit sekali untuk shalat Jum'at karena semua masjid sudah dibakar di Rohingya," tandasnya.
Andhika yang baru saja kembali dari Rohingya itu menjelaskan jumlah drastis penurunan angka masyarakat Rohingya di Myanmar. Yakni dari 7 Juta jiwa, saat ini masyarakat Rohingya di Myanmar tinggal 800 orang saja.
Ia menjelaskan susahnya bantuan kemanusiaan masuk. Bantuan kemanusiaan yang masuk dimonopoli pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar mewajibkan semua bantuan kemanusiaan juga seimbang diberikan ke umat Budha. Padahal menurut Andhika kebutuhan masyarakat Rohingya jauh lebih memprihatinkan.
ACT berjanji akan terus memperjuangkan pembangunan shelter (rumah) bagi pengungsi Rohingya. Baik yang berada di Bangladesh maupun yang masih bertahan di Myanmar. Saat ini ACT sudah membangun 300 shelter dari 1000 shelter yang ditargetkan. [IK/Hdy]
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment