Search

Jawaban Ringkas tentang Hukum Nasyid

Posted by Zam on Sunday, December 1, 2013

“Nasyid” –menurut bahasa- adalah lantunan. Dahulu orang-orang Arab jahiliah biasa melantunkan syair-syair karya para pujangga yang terkenal di tempat-tempat umum, seperti di pasar dan lainnya. Ketika Islam datang, maka sebagian pujangga Islam membuat syair-syair yang mengandung pujian kepada Allah atau Islam.

Seiring perkembangan zaman, maka nasyid mulai berubah “wajah” dari sesuatu yang biasa-biasa saja menuju sesuatu yang amat mencengangkan. Dahulu para sahabat menganggap nasyid adalah lantunan biasa yang dipakai dalam menggiring hewan atau meninabobokkan anak, kini nasyid itu menjadi sarana dakwah yang dipakai dalam menarik hati orang kepada Islam.

Dahulu nasyid dilantunkan oleh mereka sekali-kali saja (misalnya, dalam Perang Khondaq)[1], namun kini nasyid itu dijadikan sesuatu bagaikan wirid dan dzikir yang harus dihafal pada setiap saat, bahkan nasyid-nasyid itu mengalahkan Al-Qur’an. Hal ini anda bisa lihat dalam perilaku para pencinta nasyid hari ini; mereka lebih menyibukkan diri dalam menghafal nasyid-nasyid dibandingkan menghafal Al-Qur’an dan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Mereka lebih sering ber-nasyid dan lebih kuat cintanya kepada nasyid daripada membaca dan mencintai Al-Qur’an.

Dahulu para sahabat menggunakan nasyid dalam menggiring hewan ternak dan menguatkan semangat untuk berjalan jauh, kini nasyid dipakai dalam menggiring para pemuda dan orang-orang fasiq menuju ke masjid. Dengan dalih dakwah. Lahiriahnya baik, namun belum tentu hakikatnya baik. Benarkah itu dakwah yang benar caranya? Nantikan jawabannya, Insya Allah.

Dahulu nasyid tidak dijadikan lahan pekerjaan. Tapi di zaman ini, nasyid merupakan mata pencaharian yang menjanjikan.

Dulu nasyid hanyalah lantunan syair yang lahir secara normal dan alami. Namun kini sudah berubah drastis. Sekarang nasyid dibuatkan lirik dan tangga nada yang menyamai lagu-lagu yang dilantunkan oleh orang-orang fasiq dari kalangan para artis.

Parahnya lagi, sebagian nasyid-nasyid itu dikotori oleh suara haram yang kita kenal dengan “musik”!!!

Musik dalam Islam haram!!!! Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَّ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

“Benar-benar akan ada beberapa kaum diantara umatku akan menghalalkan zina, sutra, minuman keras, dan musik“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (5268)]

Walapun Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah mengharamkan musik, masih saja kita lihat nasyid-nasyid para “pejuang Islam” itu melantunkan nasyidnya dengan iringan musik. Mereka memakai beberapa varian instrumen musik dalam nasyid mereka. Nah, bermunculanlah para artis baru non-Arab dan bernyanyi dalam bahasa yang berbeda, seperti Inggris dan Turki. Beberapa band nasyid telah muncul, seperti Native Deen, Outlandish dan Raihan. Artis-artis terkenal lainnya seperti Yusuf Islam, Sami Yusuf, Junaid Jamshed, Maher Zain, Mesut Kurtis, Dawud Wharnsby dan Zain Bhikha, serta ANI, satu-satunya penyanyi pop Islami berbahasa Inggris.

Para artis nasyid Arab, yang terkenal adalah seperti Abu Mazen, Abu Rateb, Abu Aljoud, Abu Dujana, Abdul Fattah Owainat, dan banyak lagi. Beberapa band nasyid Arab seperti Al-Rawabi, Al-I`tisham, Al-Baraa`, Al-Wa`ad dan banyak lagi juga telah muncul.

Menyambut pertumbuhan muslim yang signifikan, banyak artis dan band nasyid telah tampil di depan komunitas muslim di Eropa dan Amerika, di konferensi, perayaan hari besar Islam, konser dan acara amal lainnya, termasuk di Islamic Society of North America, Celebrate Eid dan Young Muslims. Artis dan organisasi lain termasuk Nasheedbay menawarkan lagu-lagu nasyid tanpa instrumen musikal, membawa arus berbeda di tren masa kini dimana musik nasyid dimonopoli instrumen.

Di Indonesia sendiri, kita mengenal sejumlah grup nasyid yang terkenal, atau band yang melantunkan nasyid-nasyid, seperti SNADA, Granada, Asma Voice, Gradasi, Ungu, dan lainnya.

Subhanallah, alangkah jauhnya nasyid melenceng dan mengalami perubahan. Sementara itu kaum muslimin bermasa bodoh dan tak mau meninjau kembali hakikat nasyid dan hukumnya.

Melihat realita yang pahit seperti ini, membuat kami merasa bertanggung jawab untuk menyampaikan nasihat kepada kaum muslimin dan mengajak mereka untuk mengetahui hukum nasyid dengan mendengarkan fatwa ringkas dari seorang ulama besar, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah-.

Dahulu beliau pernah ditanya,

“Assalamu ‘alaikum wa romatullahi wa barokatuh. Apakah boleh bagi kaum lelaki melantunkan nasyid islami? Apakah boleh menabuh rebana bersama nasyid itu bagi mereka? Apakah ber-nasyid boleh pada selain hari raya (ied) dan pesta pernikahan?”

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin menjawab,

“Bismillahir Rahmanir Rahim. Wa ‘alaikumus salam wa rohmatullahi wa barokatuh. Ber-nasyid islami merupakan lantunan (nasyid) bid’ah yang menyerupai nasyid yang diada-adakan oleh kaum sufi[2]. Oleh karena ini, sepantasnya berpaling darinya menuju nasihat-nasihat Al-Qur’an dan Sunnah[3]; kecuali jika nasyidnya dalam kondisi perang untuk dijadikan pembantu dalam maju (menghadapi musuh) dan berjihad di jalan Allah -Ta’ala-, maka ini bagus. Jika bersatu dengan (tabuhan) rebana, maka itu lebih jauh dari kebenaran”.

[Sumber Fatwa : Fataawa Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin (1/134) sebagaimana dalam Al-Bida' wa Al-Muhdatsat wa maa laa Ashla lahu (hal. 222-223), cet. Dar Ibni Khuzaimah, 1419 H]

[1] Jadi, nasyid jarang sekali dilantunkan oleh para sahabat. Mereka melantunkan syairnya hanya di hari ied, kerja berat, atau berjalan kaki. Adapun kebanyakan waktu-waktu mereka, hanya dipakai dalam beribadah, belajar, mencari nafkah. Mereka tak menggunakannya dalam bernasyid.

[2] Kaum sufi dahulu menggunakan nasyid dalam melembutkan hati dan berdakwah. Nasyid seperti ini adalah bid’ah, sebab mereka telah menjadikan sesuatu yang bukan sebab dan sarana dakwah menjadi sarana dakwah. Ini persis alasan kaum pergerakan hari ini. Mereka jadikan nasyid sebagai sarana dakwah. Padahal tidak semestinya demikian, bahkan itu adalah bid’ah yang tertolak dalam Islam!!!.

[3] Banyak orang yang kecanduan nasyid, jika dinasihati dan dibacakan Al-Qur’an kepadanya, maka matanya susah menangis. Namun jika diperdengarkan nasyid ke telinganya, maka air matanya terburai bagaikan hujan. Subhanallah, sungguh ini hanyalah air mata buaya. Bagaimana bisa matanya menangis saat mendengarkan nasyid, sementara itu ia tak menangis saat membaca atau mendengarkan Al-Qur’an. Ketahuilah, barangsiapa yang tak mampu mengambil nasihat dan ibrah dari Al-Qur’an, maka ia tak akan mampu mendapatkan nasihat dan ibrah dari selainnya.

oleh: Al-Ustadz Abu Fa’izah –hafizhahullah-
sumber : http://pesantren-alihsan.org/hukum-nasyid-dalam-islam.html, akses tgl 01/12/2013.

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment