Search

Goenawan Mohammad dan Tempo Memang Bermasalah

Posted by Zam on Sunday, November 24, 2013

Artikel seorang kompasianer yang menggunakan id “Jilbab Hitam” mengenai apa yang menurutnya sebagai kebusukan dan kebobrokan Tempo sungguh sangat menarik sebab data yang diberikan sangat mendetail dan data semacam sedetail itu hanya dapat diberikan oleh orang dalam yang mengetahui seluk beluk institusi Tempo dan orang-orangnya.

Dalam komentar ada yang mempertanyakan artikel tersebut dengan mempermasalahkan penggunaan id anonim dan bukan nama sebenarnya. Menurut saya hal itu tidak masalah, sebab dari data-data yang diberikan sungguh mudah melacak apakah dia benar wartawan tempo atau bukan.

Misalnya mudah dilacak wartawan Tempo berjenis kelamin wanita yang masuk pada tahun 2006 dan mengundurkan diri pada 2013. Kemudian mudah juga dilacak nama-nama yang dikatakan mantan wartawan tempo yang ditemuinya, apakah benar nama tersebut mantan wartawan tempo dan telah ditemui si “Jilbab Hitam”.

Kekecewaan penulis artikel tersebut setelah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Tempo maupun Gunawan Mohammad ternyata hanya sekelas wartawan bodrex yang memberitakan berita pesanan sesungguhnya tidak perlu terjadi bila dia membaca masa lalu Gunawan Mohammad yang bagian dari klik LBH Jakarta yang menerima dana-dana dari Amerika berjumlah jutaan dolar sejak tahun 1970 sampai jatuhnya Pak Harto untuk memberitakan semua hal yang jelek tentang Indonesia pada umumnya dan Pak Harto pada khususnya supaya menciptakan image bahwa orde baru sangat buruk sehingga harus dihancurkan dan pemerintah asing dapat masuk dan menjajah Indonesia.

Selain itu data atau fakta lain yang benar dari tulisan “Jilbab Hitam” adalah Tempo menerima uang dalam jumlah besar dari Edwin Soerjadjaja untuk memberitakan kasus Asian Agri dan mendiskriditkan pengusaha bernama Sukanto Tanoto alias Kang Ho.

Indikasi hal ini terbukti dengan hasil penyadapan terhadap telepon wartawan Tempo yang menangani proyek penghancuran Asian Agri, yang mana terbukti yang bersangkutan meminta dan menerima uang dari anak Om William sebesar Rp. 100juta. Ketika ketahuan, Tempo beralasan bahwa uang tersebut adalah sumbangan dana menyewa pengacara dari si pengusaha untuk saksi kunci kasus Asian Agri, Vincent yang saat itu sedang terjerat kasus pidana penggelapan uang dalam jumlah besar di Asian Agri.

Alasan Tempo dan sang wartawan, Metta Dharmasaputra tersebut jelas dibuat-buat, sebab bila benar Vincent membutuhkan jasa hukum, dan Edwin mau membantu demi kemanusiaan, maka Edwin Soerjadjaja sebenarnya dapat dengan mudah meminta jajaran kantor hukum yang biasa dia sewa untuk membela Vincent dan biaya ditanggung oleh Edwin, atau bisa juga para pengacara tersebut memberikan jasa pro bono atau mengurangi biaya jasa hukum mereka, sehingga tidak perlu ada uang kontan masuk ke Tempo langsung.

Selain itu, Bambang Harimurti, dan Gunawan Muhammad maupun Tempo sangat dekat dengan ketua transparancy international, lembaga yang bergerak di bidang anti korupsi dan menerima dana asing. Ketua transparancy international ini memiliki kantor pengacara, dan bila memang benar dia aktivis anti korupsi dan bukan sekedar jualan jamu “anti korupsi” demi pencitraan dan menerima dana asing, maka tentu yang bersangkutan akan sukarela mendampingi Vincent demi membongkar “skandal pajak terbesar” Indonesia.

Kebenaran lain dari tulisan “Jilbab Hitam” adalah mengenai kedekatan Metta Dharmasaputra dengan pengusaha-pengusaha kaya raya Indonesia, sehingga dengan mudah dia bisa menjadi penghubung Tempo untuk meminta uang dari Edwin Soerjadjaja.

Untuk mengetahui seberapa dekat orang ini dengan para konglomerat kita harus kembali ke tahun 2005, di mana saat itu Metta Dharmasaputra bisa menghadiri acara ulang tahun perkawinan Lim Sioe Liong di Singapura dan memberitakannya untuk Tempo.

Hal di atas adalah prestasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab acara Om Liem tersebut sangat tertutup, rahasia dan eksklusif sampai-sampai undangannya sendiri khusus, yaitu koin emas murni yang dibuat khusus acara, yang harus dibawa untuk bisa masuk ke acara ulang tahun tersebut.

Ajaibnya seorang Metta Dharmasaputra yang saat itu masih wartawan junior bukan saja mendapat informasi jelas mengenai lokasi dan tanggal acara ulang tahun keluarga salim itu, tetapi juga berhasil mendapatkan atau dipinjamkan undangan berupa koin emas yang seharusnya hanya dimiliki pengusaha-pengusaha dan para pejabat yang diundang Om Liem, yang tentunya bukan orang sembarangan. Kemungkinan paling besar adalah seorang pengusaha saingan Om Liem mengabari Metta dan memberikan semua informasi yang diperlukan untuk hadir di acara tersebut dan memberitakan di Indonesia tentang bagaimana “kehidupan mewah” keluarga Salim di pengasingan. Pertanyaannya adalah mengapa dari semua wartawan di Tempo, si pengusaha gelap itu menghubungi Metta Dharmasaputra?

Dalam kasus Asian Agri juga demikian, Bambang Harymurti mengakui bahwa ketika Vincent sedang dalam pelarian karena mencuri uang perusahaan, yang bersangkutan menghubungi Metta via email, padahal saat itu mereka tidak saling kenal. Ini jelas aneh, di antara ratusan wartawan Tempo, entah bagaimana Vincent yang sedang dalam pelarian berinisiatif menghubungi Metta yang tidak dikenalnya.

Apakah mungkin pengusaha yang menggerakan dan mendanai Vincent untuk menyerang Asian Agri sama dengan yang memberikan undangan emas keluarga Liem kepada Metta? Kalau ternyata beda orang, maka sungguh hebat jaringan konglomerat yang dipegang Metta Dharmasaputra ini.

Melihat fakta-fakta di atas, maka tampaknya keputusan Orde Baru membredel Tempo majalah yang suka memfitnah demi uang itu sudah benar dan tepat.(Hendra Boen. seorang Warga/kompasiana/KCM)

sumber : http://www.rimanews.com/read/20131111/126048/goenawan-mohammad-dan-tempo-memang-bermasalah, akses tgl 15/11/2013.

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment