Search

PERAN PERAWAT MEMBANTU BERSUCI DAN TAYAMUM

Posted by Zam on Tuesday, November 26, 2013

Ketika seorang muslim hendak beribadah shalat, maka ia diharuskan untuk bersuci terlebih dahulu. Tidak terkecuali orang yang sakit sekalipun. Sebagai perawat sudah semestinya kita membantu pasien dalam hal beribadah, contohnya membantu bersuci. Perawat membantu pasien untuk berwudhu, namun bila pasien tidak memungkinkan untuk berwudhu karena sakitnya, perawat bisa membantu dengan mengarahkan tayammum.

PENGERTIAN TAYAMMUM

Tayammum secara bahasa diinginkan dengan makna “bermaksud” dan “bersengaja”. Sedangkan makna tayammum apabila ditinjau menurut syariat adalah “bersengaja menggunakan tanah/debu untuk mengusap wajah dan dua telapak tangan disertai niat”, sehingga dengan perbuatan/amalan ini pelakunya diperkenankan mengerjakan shalat dan ibadah yang semisalnya. (Fathul Bari, 1/539)

TATA CARA TAYAMMUM

‘Ammar bin Yasir Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam mengutusku untuk suatu kepentingan. Lalu di tengah perjalanan aku junub sedangkan aku tidak mendapatkan air untuk bersuci. Maka aku pun berguling-guling di tanah sebagaimana hewan berguling-guling. Kemudian aku mendatangi Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam dan kuceritakan hal tersebut kepada beliau, beliau pun bersabda (yang artinya): “Sebenarnya cukup bagimu untuk bersuci dari junub itu dengan melakukan hal ini”. Kemudian beliau memukulkan kedua tangan beliau pada tanah dengan sekali pukulan lalu mengibaskannya, kemudian mengusap punggung telapak tangannya dengan tangan kirinya atau mengusap punggung tangan kirinya dengan telapak tangannya [1], kemudian beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 347 dan Muslim no. 368)

Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa setelah Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam memukulkan kedua telapak tangan beliau ke bumi: “Beliau meniupnya, kemudian dengan keduanya beliau mengusap wajah dan (mengusap) dua telapak tangannya.”(HR. Al-Bukhari no. 338 dan Muslim no. 368)

Dari hadits Ammar Radhiyallahu ‘Anhu di atas dapat kita simpulkan bahwa tata cara tayammum itu adalah:

1. Memukulkan dua telapak tangan ke tanah/ debu dengan sekali pukulan

2. Meniup atau mengibaskan tanah/debu yang menempel pada dua telapak tangan tersebut

3. Mengusap wajah terlebih dahulu, lalu mengusap kedua telapak tangan, bagian dalam maupun luarnya. Ataupun mengusap telapak tangan dahulu baru setelahnya mengusap wajah.

BERNIAT

Dan niat tempatnya di dalam hati tidak dilafadzkan.

Dalam masalah tayammum, niat merupakan syarat, hal ini merupakan pendapat jumhur ulama. (Bidayatul Mujtahid, hal. 60)

 Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata: “Niat dalam tayammum adalah wajib menurut kami tanpa adanya perselisihan.” (Al Majmu’, 2/254)

Al-Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata: “Tidak diketahui adanya perselisihan pendapat di kalangan ahlul ilmi tentang tidak sahnya tayammum kecuali dengan niat. Seluruh ahli ilmu berpendapat wajibnya niat dalam tayammum terkecuali apa yang diriwayatkan dari Al-Auza’i[2] dan Al-Hasan bin Shalih yang keduanya berpendapat bahwa tayammum itu sah adanya tanpa niat.” (Al-Mughni, 1/158)

MEMUKULKAN DUA TELAPAK TANGAN KE TANAH/DEBU DENGAN SEKALI PUKULAN

Ulama berbeda pendapat dalam masalah cukup tidaknya bertayammum dengan sekali pukulan ke permukaan bumi. Di antara mereka ada yang berpendapat cukup sekali, tidak lebih, sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Ammar di atas. Demikian pendapat Al-Imam Ahmad, ‘Atha`, Makhul, Al-Auza’i, Ishaq, Ibnul Mundzir dan mayoritas ahlul hadits. Demikian juga pendapat ini adalah pendapat jumhur ahli ‘ilmi. (Tharhut Tatsrib 1/269-270, Adhwa`ul Bayan, tafsir Surat Al-Maidah ayat 6, masalah ke-2). Dan ini merupakan pendapat yang rajih menurut penulis, wallahu a’lam.

MENIUP ATAU MENGIBASKAN DEBU DARI DUA TELAPAK TANGAN

Dibolehkan meniup tanah atau debu yang menempel pada dua telapak tangan yang telah dipukulkan ke permukaan bumi atau mengibaskannya bila memang diperlukan, berdasarkan hadits dalam Ash-Shahihain yang telah lewat penyebutannya.

Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah menyatakan yang dimaukan dengan mengibaskannya di sini adalah meringankan debu yang banyak menempel pada telapak tangan. Juga hal ini disenangi pengamalannya sehingga nantinya hanya tersisa debu yang sekedarnya untuk diusapkan merata ke anggota tubuh (tangan dan wajah, pent). (Syarah Shahih Muslim, 4/62)

MENGUSAP WAJAH TERLEBIH DAHULU KEMUDIAN MENGUSAP DUA TELAPAK TANGAN

Pertama: Riwayat mendahulukan wajah atas kedua tangan lebih kuat dari riwayat yang sebaliknya (mendahulukan tangan). Sampai-sampai Al-Imam Ahmad Rahimahullah berkata bahwa riwayat Abu Mu’awiyah dari Al-A’masy tentang mendahulukan tangan adalah salah (Fathul Bari, karya Ibnu Rajab Al-Hambali, 2/90).

Kedua: Mendahulukan wajah merupakan dzahir Al Qur`an karena Allah Subhanahu Wata’ala berfirman (yang artinya): “Maka usaplah wajah-wajah dan tangan-tangan kalian.” (Al-Maidah: 6)

Dengan adanya dua riwayat yang menyatakan pengusapan wajah terlebih dahulu baru tangan[5] -dan ini sesuai dengan penyebutan ayat tayammum- dengan penyebutan tangan terlebih dahulu baru wajah yang keduanya berada dalam Ash-Shahihain, maka dengan demikian menunjukkan bolehnya mendahulukan wajah dan boleh pula mendahulukan telapak tangan (Al-Muhalla, 1/379). Namun yang sunnah dan utama mendahulukan pengusapan wajah dengan alasan yang telah disebutkan, wallahu a’lam.

BATASAN TANGAN YANG HARUS DIUSAP

Dalam hal ini ulama berselisih pendapat. Namun pendapat yang rajih menurut penulis adalah yang diusap hanya dua telapak tangan (luar maupun dalam), sebagaimana pendapat Al-Imam Ahmad, Ishaq, Ibnul Mundzir, Ibnu Khuzaimah dan dinukilkan pula pendapat ini dari Malik. Al-Imam Al-Khaththabi menukilkan pendapat demikian dari ashhabul hadits dan Al-Imam Asy-Syafi’i berpendapat seperti ini dalam Al-Qadim (pendapat yang lama). Al-Imam At-Tirmidzi menukilkan pendapat ini dari sekumpulan shahabat di antaranya ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Ammar bin Yasir dan Ibnu ‘Abbas serta sekumpulan tabi’in seperti Asy-Sya’bi, ‘Atha` dan Makhul. (Sunan At-Tirmidzi, 1/97)

Hal – hal yang membatalkan tayammum

1. semua yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayammum.

sebab tayamum dengan tanah yang bersih menggantika posisi air, sehingga thaharah dengan taymmum dapat dibatalkan olehapa yang membatalkan bersuci dengan air. oleh karena itu, jika seseorang bertayammum dari hadats kecil lalu kencing atau melakukan esuatu yang membatalkan wudhu, mak tayammumnya menjadi batal, karena hukum yang berlaku pada pengganti sam dengan hukum yang diganti. Jadi sebagai perawat kita harus tetap hati-hati dalam mendampingi pasien bersuci, kita harus tahu dan memberitahu pasien beberapa hal yang membatalkn wudhu dan tayammum.

2. tayammum menjadi batal dengan adanya air.

jika seseorang bertayammum karena tidak ada air, maka taymmum itu menjadi batal dengan adanya air. Berbeda jika situasinya adalah seorang pasien yang tidak memungkinkan berwudhu dikarenakan penyakitnya, meskipun masih ada air tapi diperbolehkan untuk menggantinya dengan bertayammum.

Dengan mengerti apa dan bagaimana melakukan tayammum, perawat diharapkan bisa membantu pasien dalam melakukan tayammum, karena perawat bertugas mendampingi dan membantu pasien dalam kegiatan ibadahnya. pada prakteknya, perawat bisa mengarahkan pasien memposisikan tangannya pada dinding untuk menempelkan debu dinding pada tangan, atau bisa juga dari sisi kasur yang bersih.

Al Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari

Judul Asli: Tayammum
Sumber: 
- asysyariah.com
- http://keperawatanreligionekaratna.wordpress.com/2013/05/23/peran-perawat-membantu-bersuci-dan-tayamum/, akses tgl 26/11/2013.

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment